Minggu, 26 April 2020

Dewi Durgandini Salah Pilih Dalam Sayembara

 Sampailah saat terjadi kekeliruan itu, dan dari sinilah rupanya sejarah darah Kuru dimulai.Di panggung kerajaan, dari kejauhan Dewi Durgandini melihat satria rupawan dengan menggendong bayi. Berbunga hatinya, pria inilah yang ditunggu-tunggu. Tanpa menunggu, tanpa berfikir, tidak perlu meneliti, Durgandini menjatuhkan pilihannya. Segera Durgandini mengutus adik lelakinya, Durgandana, untuk mengalungkan rangkaian bunga kepada satria tampan itu sebagai tanda dialah yang terpilih.Sorak sorai yang hadir membahana di alun – alun kerajaan, seolah memberi selamat kepada satria itu yang ternyata adalah Sentanu, Raja Hastinapura.

Durgandini perlahan turun dari panggung kehormatan dan mendekati satria pinilih itu.Hatinya berbunga, cinta yang selama ini dipendamnya akan terlaksana.Segera -pikirnya- dia akan berkumpul dengan pria terkasih dan anak benih kasihnya itu. Sejatinya, sayembara pilih ini hanyalah akal – akalannya demi mekar cintanya yang terlanjur bergelora kepada pria idaman kalbunya.

Perlahan semakin jelas dilihatnya siapa satria pinilih itu. Seolah dirinya tidak percaya dg apa yang dilihat matanya. Duh gusti…..satria yang sedang berbincang dengan Durgandana itu bukan Bambang Parasara, si jantung hatinya. Setengah berteriak dengan rona puas hati, Durgandana menyeru kepada mbakyunya itu. “Kakanda…….!!! Sungguh tepat pilihan kakanda, beliau adalah Raja Agung Hastinapura, Prabu Sentanu Murti…”.

Durgandini tertegun, kakinya seolah terhujam ke bumi. Tanda tanya dan penyesalan memenuhi dada dan kepalanya. Terasa sesak dadanya, terasa pusing kepalanya. Bagaimana ini bisa terjadi? Memang Bambang Palasara tidak menpati jnji berdua yg sudah sama2 direncanakan. Bukankah Palasara menyanggupi akan datang dengan menggendong Wiyasa putra mereka, sbagai tanda bhw dia adalah Bambang Palasara?
Hasil sayembara pilih ini, sama sekali tidak diinginkannya. Tapi membatalkan adalah aib baginya, bagi ayahanda dan keluarga, juga bagi kerajaan dan rakyat Wiratha. Ribuan orang melihat dan menjadi saksi jatuhnya pilihan itu. Durgandini sudah tidak mungkin mundur kembali, harus menerima akibat keputusannya sendiri.

Di luar tembok dan gerbang tinggi kerajaan, Bambang Palasara mengendarai kereta menggendong putranya Wiyasa. Umbul umbul dan beyawara sayembara pilih belum diturunkan. Dengan demikian, itu pertanda sayembara belum lagi selesai. Memang sayembara ini belum berakhir hingga kedatanganya bersama jabang bayi Wiyasa. Perjalanan yang jauh dari Sapta Arga, terasa semakin jauh saja karena ketidaksabarannya untuk segera dipilih oleh sang kekasih.

Namun memasuki alun alun kerajaan, hatimya mulai bertanya2. Mengapa Durgandini sudah turun dari panggung? Dan….wah bagaimana mungkin, sudah ada satria berkalung rangkaian bunga. Apakah benar sudah ada yang terpilih?Mengapa Durgandini menahan tangis di tengah keheranan ayah, ibu dan adiknya?
Semuanya jelas bagi Bambang Palasara saat Sentanu berteriak kepada segenap yang hadir bahwa sayembara sudah selesai dan Sentanu lah yang terpilih. Palasara, tentu saja, tidak dapat menerima ini. Baginya sayembara belum selesai, buktinya umbul umbul dan segala beyawara belum lagi dturunkan.

Pada akhirnya pertikaian antara mereka tidak dapat dihentikan. Dan ujungnya terjadi perang tanding dan adu kesaktian. Hingga Bathara Narada turun dari kahyangan melerai mereka. Akhir dari episode salah pilih Dewi Durgandini adalah Palasara menerima tawaran Narada bhw dia merelakan Durgandini diboyong sbgai istri Sentanu dg janji anak keturunannya akan mulia dan bahagia. Sementara Durgandini bersedia diboyong Sentanu ke Hastinapura saat Dewabrata telah dewasa, sebab ada hal yang ingin dikatakannya kepada jabang bayi itu kelak.

http://moedjionosadikin.wordpress.com